Globalisasi dan perdagangan global merupakan suatu hal yang tidak terelakkan dari kemajuan teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi yang bekembang dengan pesat telah mengaburkan batas-batas wilayah karena satu wilayah dapat terhubung dengan wilayah lainnya dalam satu waktu yang sama. Pentingnya informasi diera tersebut kemudian menimbulkan ekonomi informasi, yaitu kegiatan ekonomi yang berbasis pada penyediaan informasi.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat potensial untuk menumbuhkembangkan industri berbasis sumber daya alam dan manusia. Sumber daya alam tersebut antara lain cadangan hutan produksi yang beragam dan perkebunan; potensi sumber daya kelautan dan perikanan; potensi migas sebagai bahan baku industry petrokimia dan industry lainnya; potensi mineral dan batubara dan lain sebagainya.

Selain sumber daya alam, secara geostrategis Indonesia memiliki posisi yang strategis dan berada di posisi silang antara benua dan samudera, sehingga dapat mengakomodasi kepentingan dan kerjasama saling menguntungkan dengan berbagai negara di sekelilingnya. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar lokasinya dan penduduk yang besar merupakan pasar yang besar bagi berbagai industri sandang, industry pangan, industry perkapalan, industry kedirgantaraan, industry kendaraan darat darat dan sebagainya. Faktor keragaman dan jumlah pendudukIndonesia yang besar pun menjadi modal tumbuh dan berkembangnya industri (khususnya industri kecil dan menengah) yang berbasis tenaga kerja, namun juga berpeluang bagi tumbuhnya sector industri yang berbasis padat ilmu pengetahuan danpengetahuan (IPTEK) dan daya kreatif.

Setelah hampir sebagian besar wilayah di dunia terhubung pada era ekonomi informasi, tantangan globalisasi menjadi semakin nyata. Dalam konteks globalisasi, daya saing merupakan kunci utama untuk bisa sukses dan bertahan. Daya saing ini muncul tidak hanya dalam bentuk produk dalam jumah banyak namun juga berkualitas. Kualitas produk tersebut dapat diperoleh melalui pencitraan ataupun menciptakan produk-produk inovatif yang berbeda dari wilayah lainnya. Diperlukan kreativitas yang tinggi untuk dapat menciptakan produk-produk inovatif. Berangkat dari poin inilah, ekonomi kreatif menemukan eksistensinya dan berkembang (Salman, 2010).

Ekonomi kreatif telah dikembangkan di berbagai negara dan menampilkan hasil positif yang signifikan, antara lain berupa penyerapan tenaga kerja, penambahan pendapatan daerah, hingga pencitraan wilayah di tingkat internasional. Pencitraan wilayah muncul ketika suatu wilayah menjadi terkenal karena produk kreatif yang dihasilkannya. Sebagai contoh, Kota Bandung yang saat ini terkenal karena distro dan factory outlet-nya. Dalam konteks yang lebih luas, pencitraan wilayah dengan menggunakan ekonomi kreatif juga terkoneksi dengan berbagai sektor, di antaranya sektor wisata.

Menurut Leiper (1981), pariwisata adalah suatu sistem terbuka dari unsur unsur yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan yang luas, mulai dari unsure manusia seperti wisatawan, tiga unsur geografis: negara asal wisatawan, negara yang dijadikan tempat transit dan daerah tujuan wisata, serta unsur ekonomi, yaitu industri pariwisata.

 Walaupun di kalangan pakar masih banyak yang memperdebatkan apakah pariwisata merupakan suatu industri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Robert Christie Mill and Alastair M.Morrison (1984:xvii) dalam buku “The Tourism System: An Introduction Text, menyatakan “Pariwisata merupakan suatu gejala atau fenomena yang sukar dijelaskan. Kita dapat salah mengartikan pariwisata sebagai suatu industri. Ide sebenarnya untuk memberikan satu kesatuan ide tentang pariwisata, sehingga dengan demikian kesannya dilihat dari sudut pandang politis dan ekonomis akan lebih menarik dan mendapat dukungan orang banyak.” (Oka A. Yoeti :2008).

Namun demikian kondisi di lapangan menunjukkan produk pariwisata diperjualbelikan antarnegara melalui bursa pariwisata yang diselenggarakan tiap tahun, yaitu suatu forum yang mempertemukan permintaan dan penawaran, seperti ITB Berlin misalnya. Di mana secara realita ada kelompok perusahaan yang secara langsung memberikan layanan kepada wisatawan bila datang berkunjung ke daerah objek wisata tertentu. Masing-masing perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa (service industry) yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk (barang dan jasa) yang dibutuhkan wisatawan dalam perjalanan wisata. Oleh karena itu secara ekonomi, industri pariwisata disebut “product lines”, di mana masing-masing produk melengkapi produk lain untuk memberikan kepuasan kepada wisatawan. Adapun factor-faktor industri pariwisata meliputi kekayaan alam (natural resources), modal (capital), tenaga kerja (man power) dan keterampilan (skill). (Oka A. Yoeti : 2008) Industri pariwisata tidak dapat berdiri sendiri seperti industri baja dan tekstile, di mana industri pariwisata merupakan industri yang bersifat tidak berwujud (intangible).

Seiring dengan perkembangannya, industri pariwisata berdampak positif terhadap perekonomian. Dimana 14 subsektor industri kreatif sangat berkaitan erat dan menjadi bagian yang beririsan dengan produk industri pariwisata. Secara spesifik industry pariwisata harus terdiri dari unsure-unsur yang mendukung keberhasilan pariwisata sebagai sebuah industry, dimana unsure unsur tersebut meliputi: akomodasi perhotelan, restoran, rumah makan dan lainnya, air line, bus, penyewaan mobil, taksi, biro perjalanan wisata, daya tarik wisata (touristattraction), unsure-unsur seni dan budaya, pusat-pusat rekreasi, taman nasional, shopping center dan souvenirshop, organisasi pariwisata (pemerintah dan swasta), yang dibangun sesuai dengan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. (Oka A Yoeti, 2008).

Namun demikian seringkali terjadi hubungan yang kontraproduktif antara industri pariwisata dengan industry yang lain. Di mana industri pengolahan atau industri umumnya memberikan dampak yang signifikan terhadap jasa wisata, seperti dampak pencemaran lingkungan oleh limbah industri berpengaruh negatif yang signifikan terhadap penurunan jumlah wisatawan yang cenderung akan mencari objek wisata yang aman, nyaman dan ramah lingkungan. Oleh karena itu banyak pihak yang menyatakan bahwa industri pengolahan selayaknya tidak berdekatan dengan sector jasa wisata, namun lebih dekat pada industri produk kreatif. (IwanNugroho : 2011)

Di sinilah diperlukan peran strategis dan sinergitas seluruh elemen penyokong industri, baik dari sisi ketersediaan bahan baku, sarana dan prasarana pendukung serta tenaga kerja berkualitas. Dimana secara kebutuhan SDM, maka perlu didorong adanya ketersediaan sarana pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan SDM industri.Di sisi yang lain pemerintah pusat dan daerah perlu membuat roadmap dan pemetaan wilayah yang tepat dalam upaya pembangunan industri seluruh bidang prioritas secara berkesinambungan.